KUALA KAPUAS - Kepala Dinas Pertanian TPH Kapuas, Ir Afiadin Husni, bersama Camat Kapuas Murung, Yusriansyah dan Komandan Koramil Kapuas Murung, Kapten Handoyo, pada Selasa (4/8) siang, melakukan panen perdana uji coba padi hibrida kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas dengan PT. Sumber Alam Sutra (SAS) Lampung di Desa Bentuk Jaya, Dadahup A-5 Kecamatan Kapuas Murung.
Penanaman uji coba padi hibrida yang dilaksanakan oleh PT. SAS dtersebut, adalah 4 varietas padi, seperti varietas Hibrida Bernas Prima, Bernas Super, Bernas Rokan, dan sebagai pembanding varietas Ciherang . Berdasarkan ubinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kapuas terhadap padi verietas Bernas Prima, untuk gabah kering panennya mencapai seberat 3,68 Kg dengan kadar air 22,5 persen, dan setelah dikonversikan ke gabah kering giling hasilnya seberat 5,7 ton perhektar.
Varietas Bernas Super, untuk ubinan gabah giling panen seberat 4,7 kg dengan kadar air 23,2 persen, dan setelah dikonversikan ke gabah kering giling adalah seberat 5,60 ton perhektarnya. Untuk varietas Bernas Rokan, berat ubinan gabah kering panen 3,95 Kg dengan kadar air 29,8 persen, setelah dikonversikan ke gabah kering giling seberat 5,44 ton perhektar. Sedangkan untuk varietas Rokan Ciherang, hasil ubinan padi kering panen 2,93 Kg dengan kadar air 25 persen, setelah dikonversikan ke gabah kering giling mencapai seberat 4,03 ton perhektar.
“Jika dibandingkan dengan yang di panen oleh bapak Presiden SBY lalu, untuk hasil panen padi jenis varietas Ciherang kali ini memang mengalami sedikit penurunan,” jelas Guntur, salah satu staf BPS Kapuas.
Meskipun hasil panen uji coba padi hibrida tersebut mencapai rata-rata diatas 5 ton perhektar, namun pihak PT. SAS sepertinya masih belum puas dengan hasil panen tersebut. Pasalnya, hasil panen itu dinilai oleh mereka masih rendah jika dibandingkan capaian hasil panen di daerahnya, yakni Lampung, yang rata-rata hasil panennya bisa mencapai 12 hingga 13 ton perhektarnya. “Kalau di daerah kami, hasil panen padi varietas hibrida ini bisa mencapai 12 hingga 13 ton perhektar,” kata Edy S, perwakilan dari PT. SAS.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian TPH Kapuas, Ir Afiadin Husni menuturkan, jika di daerah Lampung hasil produksi padi hibrida tersebut bisa mencapai 13 ton perhektar, sedangkan di daerah Dadahup ini hanya mencapai rata-rata diatas 5 ton, itu kemungkinan perlu adaptasi lagi, perlakuannya, dan tekhnologinya juga perlu dilihat.
Kalau PT. SAS melaksanakan penanaman dengan dosis pemupukan ura 200 kg, SP 200 kg dan KCl 100 kg, mungkin cara itu masih kurang cocok dengan di daerah Kapuas. “Sehingga perlu adanya berbagai jenis perlakuan penggunaan pupuk yang dilakukan. Dalam uji coba juga harus dilakukan berbagai perlakuan penggunaan pupuk, hingga di peroleh ekhnologi yang tepat. Selain intu juga, inikan uji coba baru pertama kali,” kata Afiadin.
Oleh karena itu, PT. SAS tidak harus menganggap dengan hasil produksi tidak mencapai target ini dikatakan kurang berhasil, tetapi ini namanya juga tekhnologi, perlu dikembangkan terus dan dicoba. Selain itu perlu juga dikaji kendala lain, misalnya dari waktu tanam, ketersediaan air, kondisi tanah dan lainnya. Selain itu saat ini terjadi perubahan iklim tidak seperti biasa, yaitu musim kemarau lebih cepat.” jelas Afiadin Husni.
Penanaman uji coba padi hibrida yang dilaksanakan oleh PT. SAS dtersebut, adalah 4 varietas padi, seperti varietas Hibrida Bernas Prima, Bernas Super, Bernas Rokan, dan sebagai pembanding varietas Ciherang . Berdasarkan ubinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kapuas terhadap padi verietas Bernas Prima, untuk gabah kering panennya mencapai seberat 3,68 Kg dengan kadar air 22,5 persen, dan setelah dikonversikan ke gabah kering giling hasilnya seberat 5,7 ton perhektar.
Varietas Bernas Super, untuk ubinan gabah giling panen seberat 4,7 kg dengan kadar air 23,2 persen, dan setelah dikonversikan ke gabah kering giling adalah seberat 5,60 ton perhektarnya. Untuk varietas Bernas Rokan, berat ubinan gabah kering panen 3,95 Kg dengan kadar air 29,8 persen, setelah dikonversikan ke gabah kering giling seberat 5,44 ton perhektar. Sedangkan untuk varietas Rokan Ciherang, hasil ubinan padi kering panen 2,93 Kg dengan kadar air 25 persen, setelah dikonversikan ke gabah kering giling mencapai seberat 4,03 ton perhektar.
“Jika dibandingkan dengan yang di panen oleh bapak Presiden SBY lalu, untuk hasil panen padi jenis varietas Ciherang kali ini memang mengalami sedikit penurunan,” jelas Guntur, salah satu staf BPS Kapuas.
Meskipun hasil panen uji coba padi hibrida tersebut mencapai rata-rata diatas 5 ton perhektar, namun pihak PT. SAS sepertinya masih belum puas dengan hasil panen tersebut. Pasalnya, hasil panen itu dinilai oleh mereka masih rendah jika dibandingkan capaian hasil panen di daerahnya, yakni Lampung, yang rata-rata hasil panennya bisa mencapai 12 hingga 13 ton perhektarnya. “Kalau di daerah kami, hasil panen padi varietas hibrida ini bisa mencapai 12 hingga 13 ton perhektar,” kata Edy S, perwakilan dari PT. SAS.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian TPH Kapuas, Ir Afiadin Husni menuturkan, jika di daerah Lampung hasil produksi padi hibrida tersebut bisa mencapai 13 ton perhektar, sedangkan di daerah Dadahup ini hanya mencapai rata-rata diatas 5 ton, itu kemungkinan perlu adaptasi lagi, perlakuannya, dan tekhnologinya juga perlu dilihat.
Kalau PT. SAS melaksanakan penanaman dengan dosis pemupukan ura 200 kg, SP 200 kg dan KCl 100 kg, mungkin cara itu masih kurang cocok dengan di daerah Kapuas. “Sehingga perlu adanya berbagai jenis perlakuan penggunaan pupuk yang dilakukan. Dalam uji coba juga harus dilakukan berbagai perlakuan penggunaan pupuk, hingga di peroleh ekhnologi yang tepat. Selain intu juga, inikan uji coba baru pertama kali,” kata Afiadin.
Oleh karena itu, PT. SAS tidak harus menganggap dengan hasil produksi tidak mencapai target ini dikatakan kurang berhasil, tetapi ini namanya juga tekhnologi, perlu dikembangkan terus dan dicoba. Selain itu perlu juga dikaji kendala lain, misalnya dari waktu tanam, ketersediaan air, kondisi tanah dan lainnya. Selain itu saat ini terjadi perubahan iklim tidak seperti biasa, yaitu musim kemarau lebih cepat.” jelas Afiadin Husni.