KUALA KAPUAS, Tabengan: Sebagai dampak dari adanya perpindahan tenaga kerja dari adanya suatu usaha perkebunan yang dikelola oleh Perusahaan Besar Swasta (PBS) dibeberapa kawasan wilayah di Kabupaten Kapuas yang selama ini menjadi salah satu kawasan yang dianggap banyak menghasilkan gabah/padi, menjadikan perhatian serius pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kapuas.
Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh pihak Distan dalam beberapa tahun terakhir ini kurang lebih 35 % warga atau masyarakat petani yang tinggal di daerah Transmigrasi seperti Lamunti dan Dadahup telah berpindah menjadi buruh kebun pada salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Parahnya lagi kesemuanya justru adalah tenaga-tenaga yang masih produktif yaitu berkisar usia di bawah 35 tahun, dan yang masih tersisa adalah usinya yang dianggap sudah tak produktif lagi yaitu sekitar 50-60 tahun, dalam mengatisipasi dengan adanya perpindahan tenaga kerjanya ini pula menurut Kadistan Kapuas Ir. Afiadin Husni MP pihaknya sudah melakukan beberapa uapaya agar produktifitas tetap terjaga diwilayah tersebut, yaitu dengan percepatan mekanisasi pertanian.
Namun demikian dirinya tak menyangkal bahwa dengan adanya perpindahan itu pasti akan berimbas kepada hasil “Saya tak menyangkal akan terjadinya penurunan produktifitas di kawasan areal dadahup dan sekitarnya, namun demikian kami akan terus lakukan berbagai upaya agar produktifitas gabah diwilayah/kawasan tersebut tetap terjaga”Kata Afiadin kala dibincangi Tabengan Sabtu (6/11) siang.
Menurut afiadin lagi dalam rangka penguatan dalam mempertahankan kawasan itu agar terjaga serta tak terjadi alih fungsi lahan, dirinya sudah memerintahkan kepada seluruh tenaga penyuluh lapanganya agar selalu giat lagi dalam memberikan seosialisasi terkait dengan percepatan menuju arah mekanisasi pertanian yang seyogyanya akan ditargetkan dan digeber pada tahun 2013 nanti menjadi paling tidak pada tahun 2011 atau 2012 ini.
Dari hasil investigasi lapangan yang dilakukan wartawan Koran ini kenapa masyarakat petani di darah kawasan eks PLG atau Transmigarsi Lamunti dan Dadahup lebih tertarik menjadi buruh atau karyawan pada perusahaan Perkebunan , hal ini dikarenakan besaran upah yang mereka terima yaitu sekitar Rp 41 ribu / 7 jam dan mereka tak perlu mengeluarkan banyak modal namun hanya tenaga sudah bias mendapatkan uang, sedangkan kalau mengolah lahan pertanianya tentunya perlu banyak modal baik dalam hal mengeluarkan upah pada saat menanam dan menanam , pembelian pupuk serta juga tenaga lebih.
Seperti yang dikatakan Marwah (44) dan Rahmi (38) warga Lamunti A-2 asal Jawa Timur misalnya, selama kurun waktu 13 tahun ini menetap di areal Trans UPT Lamunti hidupnya hanya bertani namun penghasilan terkadang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja, Nmun dengan menjadi buruh kebun dirinyapun dapat membantu suaminya untuk kebutuhan hidup dan sekolah anaknya.
Lain lagi yang dikatakan oleh Basuni (55) warga Dadahup G-1 yang berasal dari Trans Lokal yaitu Anjir Serapat km 5,5, yang menetap sedari awal pelaksanaan Trans ini, sejak bekerja sebagai buruh lapangan pada bibitan dirinya terpaksa meninggalkan pekerjaan lamnya sebagai petani, bahkan menurutnya lahan pertanianya yang ada akan diikutkan sebagai kawasan plasma “Dari pada tak saya kerjakan karena saya bekerja disini, lebih baik saya ikutkan plasma saja pak”Kata Basuni. (yul).